Headlines News :
Home » , » Mengkaji Ulang Makna Toleransi

Mengkaji Ulang Makna Toleransi

Written By Fastabiqul Khairat on Jumat, 02 Januari 2015 | 21.48

Saftani Muhammad Ridwan
Tanggal 25 Desember dan 1 Januari, umat Kristiani akan merayakan misa dan peringatan hari besar keagamaan mereka. Agama Kristen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah peradaban manusia.

Secara khusus agama Islam juga telah memberikan perhatian terhadap ajaran Injil yang diyakini oleh umat Kristiani sebagai kitab suci. Sejarah telah mencatat bahwa sejak berkembangnya agama Kristen di abad awal masehi yang dibawa oleh Santo Paulus dan murid-muridnya, agama ini telah tumbuh dan berkembang sangat pesat diberbagai penjuru dunia sebelum Islam lahir.

Agama Islam yang datang setelah Kristen dan lahir sebagai agama samawi sebagaimana dua ajaran besar sebelumnya juga telah memberikan penghormatan khusus kepada umat Kristiani. Nabi umat Islam mengajarkan kepada umatnya agar menghormati penganut agama lain tidak terkecuali umat Kristiani.

AlQuran bahkan menyebut mereka dengan Ahlul Kitab atau orang-orang yang diberi kitab suci. Sejarah hubungan Islam-Kristen telah dimulai sejak lahirnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sejarah ini telah diwarnai oleh berbagai macam corak. Terkadang kooperatif konstruktif yang dilandasi oleh semangat saling pengertian, namun lebih sering menampakkan wajah dan watak saling curiga bahkan permusuhan. Fenomena sejarah ini mau tidak mau telah mengundang aneka analisis dan teori. Tentu saja yang lebih banyak disoroti adalah aspek negatif dari hubungan ini.
Ada yang berpendapat bahwa ajaran kedua agama turut berperan menyulut penganut masing-masing untuk berperilaku curiga. Al-Quran misalnya, sejak awal menyatakan bahwa beberapa ajaran Nabi Isa Alaihissalam, telah mengalami distorsi. Lebih jauh Al-Quran mengecam doktrin trinitas dan konsep ”Anak Tuhan” yang berkembang dalam tradisi Kristen. Nabi yang dimuliakan dalam Islam justeru diangkat berlebihan oleh umat kristiani menjadi Tuhan melebihi kapasitasnya yang secara rasional tidak masuk dalam akal umat Islam dan umat lain yang bukan penganut Kristen. 
Sebaliknya doktrin agama Kristen jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad, menyatakan bahwa satu-satunya jalan keselamatan dunia akhirat hanya ditawarkan oleh Yesus. Beberapa ayat dalam Bible mendukung hal ini yang kemudian berkembang dengan slogan extra eclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan).  

Selain pandangan-pandangan tersebut, masih terdapat sekian penyebab lain yang patut digarisbawahi yang dapat menjadi kendala hubungan harmonis Islam-Kristen, di antaranya adalah orientalisme, kolonialisme, dan misi Kristen. Penyebab pertama dan kedua berangsur pudar walau metodenya diubah dalam bentuk yang lebih halus.

Faktor ketiga yakni misi Kristen masih merupakan kendala utama bagi hubungan harmonis Islam-Kristen sampai saat ini. Menurut hemat penulis adalah hak setiap umat untuk mendakwahkan agama mereka kepada orang lain yang belum mengetahuinya, apalagi kedua agama ini merupakan agama yang bersifat misi.

Umat Islam dianjurkan untuk berdakwah (QS.An-Nahl:125), demikian juga dalam kekristenan misi kristus haruslah diwartakan kepada penduduk dunia (Injil Matius 28:19). Karena kedua agama ini adalah agama misi maka tidak dipungkiri pasti akan selalu terjadi benturan di antara keduanya.

Olehnya, diperlukan adanya dialog-dialog antara Islam dan Kristen secara terbuka yang dilakukan berdasarkan dalil-dalil dan bukti ilmiah agar manusia yang menggunakan akalnya dapat mengetahui kebenaran tanpa harus ada yang tersembunyi.

Dalam hal dialog-dialog lintas agama perlu dilakukan agar masing-masing penganut dapat memahami sikap penganut agama lain serta apa sesungguhnya ajaran yang dibawanya. Tujuan dialog bukanlah menyamakan persepsi sebab itu tidak mungkin, namun bagaimana kita bersikap dewasa menerima perbedaan dan memahaminya sebagai sebuah pelajaran agar masing-masing penganut dapat mendakwahkan ajaran mereka secara ilmiah, logis dan rasional, karena penerimaan seseorang umumnya didasarkan oleh penerimaan akal mereka.
Tujuan lebih jauh dari dialog sesungguhnya untuk mencegah berbagai hal yang tidak diinginkan seperti tindakan main kucing-kucingan dalam menyampaikan misi agama yang cenderung menjadikan target orang-orang bodoh dalam agama tertentu untuk diperdaya.
Kisah pernikahan artis sinetron Jonas Rivanno yang berpura-pura memeluk Islam untuk menikahi Asmirandah kemudian mengajaknya keluar dari Islam, serta kegiatan Car free day di Jakarta bulan lalu, membentuk image sebagian umat Islam bahwa cara-cara seperti ini merupakan cara yang tidak fair dalam penyebaran sebuah ajaran agama.
Memang tidak semua sekte kristen melakukan hal serupa, karena dalam tradisi kekristenan mereka memiliki sekte yang belum tentu setiap sekte sama metodenya. Dalam The World Christian Encyclopedia, David B.Barret, disebutkan denominasi gereja yang mengklaim diri mereka sebagai Kristen pada tahun 2001 berjumlah sekitar 33.000 denominasi. Kemudian pada tahun 2007 jumlah ini menjadi sekitar 39.000 dan kemungkinan untuk bertambahnya demominasi atau sekte tidak dapat dipungkiri.
Di Indonesia sendiri telah mencapai sekitar 300 sekte. Persoalan internal ini berpengaruh keluar ketika setiap sekte ingin mendirikan gereja, karena dalam kekristenan beda sekte akan berbeda ajaran dan gereja, sehingga timbullah persoalan dengan umat beragama lain. Dengan jumlah jemaat yang sedikit harus mendirikan gereja menimbulkan persoalan baru. Kebebasan beragama memang harus dihargai, namun kondisi umat Islam tentu berbeda.
Mengingat Islam adalah satu-satunya agama yang memelihara tata cara ibadah dari Rasulnya sehingga umat Islam dari manapun dapat sholat di masjid yang sama. Mereka memiliki bahasa pengantar universal dalam beribadah yakni bahasa Arab, sehingga ke masjid manapun mereka pergi mereka dipersatukan dengan satu kitab suci dan bahasa dalam beribadah.

Jika dalam suatu wilayah umat Islam yang jumlahnya sedikit ingin mendirikan masjid, maka ini juga hal yang wajar karena mereka diperintahkan untuk sholat berjamaah dan mereka beribadah minimal lima kali sehari. Intensitas ibadah yang rutin menyebabkan mereka haruslah memiliki sebuah sarana ibadah yang layak. Hal ini berbeda jika ibadah hanya dilakukan sekali sepekan yang membuat tempat ibadah lebih sering kosong dari pada terisi.

Umat kristiani harus mengetahui bahwa Islam adalah satu-satunya agama di luar Kristen yang mengakui Isa atau Yesus (sebutan oleh umat kristiani). Hanya perbedaannya kami umat Islam mengakuinya sebagai nabi yang mulia, sedangkan umat Kristen menganggapnya sebagai Tuhan.

Umat yahudi bani Israel sendiri yang seharusnya menjadi kaum dan objek dakwah Yesus justeru menolak Yesus dan tidak mengakuinya sebagai Mesias atau Raja ataupun Nabi apalagi sebagai Tuhan.

Terhadap fakta ini maka Islam dan Kristen masing-masing  harus bisa memberikan bukti dan fakta ilmiah akan kebenaran argumentasi dan klaim atas keyakinan mereka. Atas dasar inilah dialog perlu dibangun. “Katakanlah, hai Ahli Kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai sesembahan selain Allah. Jika mereka  berpaling  maka katakanlah kepada mereka saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah.” (QS.Ali-Imran:64).

Penulis adalah Ketua Forum Advokasi Rehabilitasi Imunisasi Aqidah yang Terpadu Efektif dan Aktual (ARIMATEA) Sulawesi Selatan, dosen STMIK-Handayani Makassar, dan pengajar pelatihan dai Ma’had Al-Birr Universitas Muhammadiyah Makassar.



Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

DOA

DOA

IKLAN

IKLAN
Harga Rp 60.000

TERKINI

PESAN

PESAN